KBK dan Stagnasi Inovasi Pembelajaran di PT
Kurikulum di Perguruan Tinggi (PT) yang semulai berbasis isi berubah menjadi berbasis kompetensi berjalan sangat lamban dan menyisakan berbagai persoalan, terutama terkait dengan model-model pembelajaran untuk mengiringi jalannya perubahan kurikulum dimaksud. Padahal, esensi perubahan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah melaksanakan proses pembelajaran yang terpusat pada mahasiswa bukan pada dosen. Bahkan, di sebagain PTN dan sebagian besar PTS kondisinya masih disibukkan oleh penataan institusi (capacity building), perubahan main set yang merujuk kepada kebijakan paradigma baru PT.
Tuntutan KBK, bagi dosen mampu memformulasikan komponen desain instruksional, penguasaan materi dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai sarana pembelajaran yang terintegrasi dalam upaya mengembangkan semua potensi mahasiswa. Konsekuensinya, inovasi dan kreatifitas dosen dalam mengembangkan model-model pembelajaran sangat dibutuhkan dalam rangka menghasilkan peserta didik yang sanggup bersaing di era globalisasi. Salah satu model yang berkembang melalui problem based learning (PBL), bersifat dinamis berbasis pemecahan masalah, interaktif dan kemajuan belajar yang didasarkan pada penguasaan kompetensi serta produktif sebagai dasar acuannya.
Untuk itu, hendaknya dosen pertama, memfasilitasi sumber belajar baik berupa buku rujukan, hand-out kuliah, journal, bahan kuliah yang berasal dari hasil penelitian dan waktu yang memadai kepada peserta belajar. Kedua, memotivasi mahasiswa dengan memberi perhatian cukup kepada mahasiswa. Memberi materi yang relevan dengan tingkat kemampuan mahasiswa dan dengan situasi yang kontektual. Memberi semangat dan kepercayaan pada mahasiswa bahwa ia dapat mencapai kompetensi yang diharapkan. Memberi kepuasan pada mahasiswa terhadap pembelajaran yang kita jalankan. Ketiga, memberi tutorial yakni pada tataran menunjukkan jalan/cara/ metode yang dapat membantu mahasiswa menelusuri dan menemukan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Keempat, memberi umpan balik sebagai bentuk monitoring dan mengkoreksi jalan pikiran/hasil kinerjanya agar mencapai sasaran yang optimum sesuai kemampuannya.
Stagnasi inovasi pembelajaran
Namun, faktanya terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh perubahan paradigma pembelajaran disebabkan oleh masih dijumpai cara pandang dosen, bahwa mengajar merupakan pekerjaan yang remeh dan sepele tanpa mempertimbangkan aspek pedagogi dan andragogi peserta belajar. Mengajar tak ubahnya merupakan kegiatan rutin bahkan tanpa persiapan yang memadai, bahkan dilaksanakan dengan mendaur ulang bahan kuliah yang sudah usang. Model pembelajaran yang diretapkan berkisar pada how to transfer of knowledge ketimbang pada tataran bagaimana peserta didik menguasai kompetensi yang ingin dicapai. Aspek senioritas dosen dan berbagai atribut lainnya menambah runyamnya dalam berinovasi.
Sementara itu, infrastruktur TIK yang dibagun melalui proyek INHERENT dari DIKTI sebagai resourses sharing belum dimanfaatkan secara optimal masih dan masih tertumpu pada beberapa PTN penggagas belum memiliki sumbangan yang berarti sebagai sumber belajar sebagai open sources. Khusus di beberapa PTN/ simpol node keberadaan TIK masih dipengaruhi oleh faktor-faktor teknis misalnya listrik yang sering padam dan belum menumbuhkan budaya pembelajaran berbasis TIK. Kurang tanggapnya dosen dalam menyikapi perubahan TIK yang radikal dapat menghambat jalannya transformasi pengembangan pembelajaran dan berimbas pada implementasi KBK.
Kondisi ini diperparah keberadaan pusat sumber pembelajaran di PT belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan bahkan di sebagain besar PT kita belum memiliki lembaga berupa pusat sumber belajar (PSB). Sungguh sangat ironis bila dibandingkan dengan PT yang sudah maju. PSB memiliki peran yang sangat strategis bahkan ditopang oleh berbagai journal pembelajaran yang memadai, bidang kimia misalnya tersedia Journal of Chemical Education.
Kendala lain, masih menyelimuti tumbuhnya kreatifitas dosen dalam konteks pembelajaran adalah belum terjadi meritokrasi antara kegiatan penelitian dan pengajaran serta upaya penggalian bidang ilmu yang ditekuni belum sepenuhnya gayut dan singkron, akibatnya yang terjadi dosen asal mengajar saja. Padahal, pendidikan dan pengajaran serta penelitian idealnya merupakan suatu siklus yang saling terkait.
Kegiatan monitoring perkulihanan dilakukan hanya pelengkap borang akreditasi. Belum digunakan sebagai indikator kinerja akademik dosen yang didalamnya termaktup tentang beban ekivalen, keseriusan dalam menjalankan tri dharma maupun komitmen dosen untuk memajukan institusi.
Dari hasil berbagai penelitian terkini yang dilansir dalam journal of mathematics, science and technology, (2007), menunjukkan bahwa dampak dari inovasi dosen dalam konteks pengembangan model pembelajaran sangat berpengaruh terhadap perolehan, sikap, penampilan dan penguasaan konsep dari materi yang dipelajarainya.
Re-orientasi Paradigma Pembelajaran
Untuk menggapai tuntutan KBK dan pengembangan pembelajaran dibutuhkan transparansi dalam pengelolaan pembelajaran melalui monitoring pembelajaran baik secara manual maupun online. Bahkan disebagaikan PT telah menerapkan indek prestasi (IP) dosen sebagai indikator kinerja akademik dosen. Re-orientasi dan perubahan paradigma pembelajaran yang terpusat kepada mahasiswa sejalan dengan tuntutan transparansi proses pendidikan yang sedang digalakkan oleh DIKTI. PT berkewajiban menginformasikannya secara transparan dan akuntabilitas proses penyelenggaraan pendidikan kepada publik.
Untuk itu, perluasan hibah kompetitif pembelajaran di perluas, penelitian tindakan kelas (PTK) sangat dibutuhkan. Selama ini, hibah pembelajaran hanya diperuntukkan bagi dosen LPTK. Melalui grand ini diharapkan dosen memahami akar masalah, penyebab masalah dan solusi alternatif. Menumbuhkan sarana TIK bagi dosen sebagai sarana berinovasi pembelajaran berbasis multimedia dan berkomunikasi antar sejawat sesuai dengan bidang yang diemban tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Beberapa rekomendasi penting, inovasi pembelajaran dalam perspektif global berbasis TIK merupakan support untuk pembelajaran yang berkembang secara signifikan sejak tahun 2000, ditulis secara komprehensif oleh Svava Bjarson (2006) dalam bukunya yang bertajuk Technology in Borderless Higher Education.
Di negara-negara maju, dalam tataran teknis rekomendasi kongkrit untuk merespon revolusi pembelajaran terhadap perubahan kurikulum sejalan dengann dengan perubahan paradigma pembelajaran dikelas secara konsisten dengan mempertimbangkan tujuan umum yang ingin dicapai terkait dengan institusi terkait dengan TIK, pencitraan publik. Model ini dikembangkan sebagai upaya menindaklanjuti reformasi pembelajaran di PT yang terkait dengan daya saing dan kualitas pendidikan.
Selaras dengan itu, re-orientasi pembelajaran di PT sudah sepantasnya ditata ulang dengan meninjau visi nya. Orientasi yang merujuk pada pembelajaran berbasis TIK sudah sepatutnya dituangkan dalam rencana strategis dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk kebijakan institusi. Membudayakan TIK di kalangan dosen dan mahasiswa yang selanjutnya diterapkan dalam pembelajaran yang difasilitasi oleh institusi merupakan kegiatan rutin yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Perubahan kurikulum di PT tidak akan banyak maknanya tanpa diimbangi oleh tindakan kongkrit di dalam kelas. Sungguh sangat kontradiktif kondisi ini apabila dilewatkan begitu saja bagi para pemangku dan pelaku kebijakan. Pada akhirnya, diadopsinya KBK melalui perubahan paradigma pembelajaran sangat bergantung kepada komitmen pengelola dan daya dukung lingkungan akademis. Akankah penyelenggaraan PT berkualitas? Waktu yang akan menjawabnya karena pilihan ada ditangan kita sendiri.
Kurikulum di Perguruan Tinggi (PT) yang semulai berbasis isi berubah menjadi berbasis kompetensi berjalan sangat lamban dan menyisakan berbagai persoalan, terutama terkait dengan model-model pembelajaran untuk mengiringi jalannya perubahan kurikulum dimaksud. Padahal, esensi perubahan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah melaksanakan proses pembelajaran yang terpusat pada mahasiswa bukan pada dosen. Bahkan, di sebagain PTN dan sebagian besar PTS kondisinya masih disibukkan oleh penataan institusi (capacity building), perubahan main set yang merujuk kepada kebijakan paradigma baru PT.
Tuntutan KBK, bagi dosen mampu memformulasikan komponen desain instruksional, penguasaan materi dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai sarana pembelajaran yang terintegrasi dalam upaya mengembangkan semua potensi mahasiswa. Konsekuensinya, inovasi dan kreatifitas dosen dalam mengembangkan model-model pembelajaran sangat dibutuhkan dalam rangka menghasilkan peserta didik yang sanggup bersaing di era globalisasi. Salah satu model yang berkembang melalui problem based learning (PBL), bersifat dinamis berbasis pemecahan masalah, interaktif dan kemajuan belajar yang didasarkan pada penguasaan kompetensi serta produktif sebagai dasar acuannya.
Untuk itu, hendaknya dosen pertama, memfasilitasi sumber belajar baik berupa buku rujukan, hand-out kuliah, journal, bahan kuliah yang berasal dari hasil penelitian dan waktu yang memadai kepada peserta belajar. Kedua, memotivasi mahasiswa dengan memberi perhatian cukup kepada mahasiswa. Memberi materi yang relevan dengan tingkat kemampuan mahasiswa dan dengan situasi yang kontektual. Memberi semangat dan kepercayaan pada mahasiswa bahwa ia dapat mencapai kompetensi yang diharapkan. Memberi kepuasan pada mahasiswa terhadap pembelajaran yang kita jalankan. Ketiga, memberi tutorial yakni pada tataran menunjukkan jalan/cara/ metode yang dapat membantu mahasiswa menelusuri dan menemukan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Keempat, memberi umpan balik sebagai bentuk monitoring dan mengkoreksi jalan pikiran/hasil kinerjanya agar mencapai sasaran yang optimum sesuai kemampuannya.
Stagnasi inovasi pembelajaran
Namun, faktanya terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh perubahan paradigma pembelajaran disebabkan oleh masih dijumpai cara pandang dosen, bahwa mengajar merupakan pekerjaan yang remeh dan sepele tanpa mempertimbangkan aspek pedagogi dan andragogi peserta belajar. Mengajar tak ubahnya merupakan kegiatan rutin bahkan tanpa persiapan yang memadai, bahkan dilaksanakan dengan mendaur ulang bahan kuliah yang sudah usang. Model pembelajaran yang diretapkan berkisar pada how to transfer of knowledge ketimbang pada tataran bagaimana peserta didik menguasai kompetensi yang ingin dicapai. Aspek senioritas dosen dan berbagai atribut lainnya menambah runyamnya dalam berinovasi.
Sementara itu, infrastruktur TIK yang dibagun melalui proyek INHERENT dari DIKTI sebagai resourses sharing belum dimanfaatkan secara optimal masih dan masih tertumpu pada beberapa PTN penggagas belum memiliki sumbangan yang berarti sebagai sumber belajar sebagai open sources. Khusus di beberapa PTN/ simpol node keberadaan TIK masih dipengaruhi oleh faktor-faktor teknis misalnya listrik yang sering padam dan belum menumbuhkan budaya pembelajaran berbasis TIK. Kurang tanggapnya dosen dalam menyikapi perubahan TIK yang radikal dapat menghambat jalannya transformasi pengembangan pembelajaran dan berimbas pada implementasi KBK.
Kondisi ini diperparah keberadaan pusat sumber pembelajaran di PT belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan bahkan di sebagain besar PT kita belum memiliki lembaga berupa pusat sumber belajar (PSB). Sungguh sangat ironis bila dibandingkan dengan PT yang sudah maju. PSB memiliki peran yang sangat strategis bahkan ditopang oleh berbagai journal pembelajaran yang memadai, bidang kimia misalnya tersedia Journal of Chemical Education.
Kendala lain, masih menyelimuti tumbuhnya kreatifitas dosen dalam konteks pembelajaran adalah belum terjadi meritokrasi antara kegiatan penelitian dan pengajaran serta upaya penggalian bidang ilmu yang ditekuni belum sepenuhnya gayut dan singkron, akibatnya yang terjadi dosen asal mengajar saja. Padahal, pendidikan dan pengajaran serta penelitian idealnya merupakan suatu siklus yang saling terkait.
Kegiatan monitoring perkulihanan dilakukan hanya pelengkap borang akreditasi. Belum digunakan sebagai indikator kinerja akademik dosen yang didalamnya termaktup tentang beban ekivalen, keseriusan dalam menjalankan tri dharma maupun komitmen dosen untuk memajukan institusi.
Dari hasil berbagai penelitian terkini yang dilansir dalam journal of mathematics, science and technology, (2007), menunjukkan bahwa dampak dari inovasi dosen dalam konteks pengembangan model pembelajaran sangat berpengaruh terhadap perolehan, sikap, penampilan dan penguasaan konsep dari materi yang dipelajarainya.
Re-orientasi Paradigma Pembelajaran
Untuk menggapai tuntutan KBK dan pengembangan pembelajaran dibutuhkan transparansi dalam pengelolaan pembelajaran melalui monitoring pembelajaran baik secara manual maupun online. Bahkan disebagaikan PT telah menerapkan indek prestasi (IP) dosen sebagai indikator kinerja akademik dosen. Re-orientasi dan perubahan paradigma pembelajaran yang terpusat kepada mahasiswa sejalan dengan tuntutan transparansi proses pendidikan yang sedang digalakkan oleh DIKTI. PT berkewajiban menginformasikannya secara transparan dan akuntabilitas proses penyelenggaraan pendidikan kepada publik.
Untuk itu, perluasan hibah kompetitif pembelajaran di perluas, penelitian tindakan kelas (PTK) sangat dibutuhkan. Selama ini, hibah pembelajaran hanya diperuntukkan bagi dosen LPTK. Melalui grand ini diharapkan dosen memahami akar masalah, penyebab masalah dan solusi alternatif. Menumbuhkan sarana TIK bagi dosen sebagai sarana berinovasi pembelajaran berbasis multimedia dan berkomunikasi antar sejawat sesuai dengan bidang yang diemban tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Beberapa rekomendasi penting, inovasi pembelajaran dalam perspektif global berbasis TIK merupakan support untuk pembelajaran yang berkembang secara signifikan sejak tahun 2000, ditulis secara komprehensif oleh Svava Bjarson (2006) dalam bukunya yang bertajuk Technology in Borderless Higher Education.
Di negara-negara maju, dalam tataran teknis rekomendasi kongkrit untuk merespon revolusi pembelajaran terhadap perubahan kurikulum sejalan dengann dengan perubahan paradigma pembelajaran dikelas secara konsisten dengan mempertimbangkan tujuan umum yang ingin dicapai terkait dengan institusi terkait dengan TIK, pencitraan publik. Model ini dikembangkan sebagai upaya menindaklanjuti reformasi pembelajaran di PT yang terkait dengan daya saing dan kualitas pendidikan.
Selaras dengan itu, re-orientasi pembelajaran di PT sudah sepantasnya ditata ulang dengan meninjau visi nya. Orientasi yang merujuk pada pembelajaran berbasis TIK sudah sepatutnya dituangkan dalam rencana strategis dan selanjutnya dituangkan dalam bentuk kebijakan institusi. Membudayakan TIK di kalangan dosen dan mahasiswa yang selanjutnya diterapkan dalam pembelajaran yang difasilitasi oleh institusi merupakan kegiatan rutin yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Perubahan kurikulum di PT tidak akan banyak maknanya tanpa diimbangi oleh tindakan kongkrit di dalam kelas. Sungguh sangat kontradiktif kondisi ini apabila dilewatkan begitu saja bagi para pemangku dan pelaku kebijakan. Pada akhirnya, diadopsinya KBK melalui perubahan paradigma pembelajaran sangat bergantung kepada komitmen pengelola dan daya dukung lingkungan akademis. Akankah penyelenggaraan PT berkualitas? Waktu yang akan menjawabnya karena pilihan ada ditangan kita sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar