Pemanfaatan Program Siaran Radio untuk Kepentingan Pendidikan dan Pelatihan Guru Sekolah Dasar (SD)
Kegiatan awal yang menjadi cikal-bakal berdirinya Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom)-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan adalah pengembangan dan pemanfaatan program siaran radio untuk pendidikan dan pelatihan guru-guru Sekolah Dasar (SD). Program ini lebih dikenal dengan nama Diklat SRP. Sebelum Pustekkom lahir, Deputi Bidang Media Pendidikan pada Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yusufhadi Miarso, memimpin satu tim atau satuan tugas yang diberi tugas khusus untuk mengelola pengembangan dan pemanfaatan teknologi komunikasi bagi kepentingan pendidikan dan kebudayaan.
Tim atau Satgas yang dipimpin oleh Deputi Bidang Media Pendidikan-Balitbang Depdikbud bernama Satgas Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Satgas TKPK) beranggotakan di antaranya: Drs. Paul Soerono dan Drs. Sinwari Natakusumah. Jumlah keanggotaan Satgas ini terus meningkat sampai dengan akhirnya berdirilah suatu lembaga yang secara khusus menangani pengembangan dan pemanfaatan teknologi komunikasi untuk kepentingan pembangunan pendidikan dan kebudayaan. Lembaga inilah yang selanjutnya bernama Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom). Karena kekhususannya, maka Pustekkom pada awalnya berada langsung di bawah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Di samping menyosialisasikan peranan dan pentingnya teknologi komunikasi untuk pembangunan pendidikan dan kebudayaan ke berbagai perguruan tinggi dan instansi kependidikan lainnya, tim atau satgas TKPK mendatangkan tenaga ahli untuk (1) melakukan kegiatan penelitian (pre-investment study) dan (2) memberikan pelatihan (in-country training) terutama di bidang pengembangan dan produksi program siaran radio untuk pendidikan sekolah dan luar sekolah. Beberapa tenaga Indonesia juga dikirimkan ke luar negeri untuk mengikuti pelatihan dan seminar.
Yang menjadi dasar pemanfaatan Siaran Radio untuk pendidikan adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh LHS Emerson melalui bantuan dana UNESCO pada tahun 1968. Salah satu hasil dari penelitian LHS Emerson tentang ”Education in Indonesia: Diagnosis of the Present Situation with Identification of Priorities Development” adalah mengenai prioritas untuk pemanfaatan teknologi komunikasi, khususnya radio dan televisi, untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan. Hasil penelitian LHS Emerson ini diperkuat lagi oleh serangkaian pengkajian terhadap kemungkinan pemanfaatan teknologi komunikasi untuk kepentingan pembangunan pendidikan.
Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian dan kajian tersebut di atas, maka pada tahun 1976, dimulailah perintisan penyelenggaraan siaran radio untuk penataran guru-guru SD di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kedua daerah ini disebut juga sebagai daerah persemaian penyelenggaraan siaran radio untuk penataran guru-guru SD. Naskah program siaran dipersiapkan oleh suatu tim yang di dalamnya terdiri atas guru (yang telah dilatih di bidang penulisan naskah siaran radio), tenaga edukatif perguruan tinggi yang latar belakangnya sesuai dengan materi disipilin ilmu yang akan dikembangkan, dan tenaga ahli yang berasal dari RRI dan non-RRI.
Setahun kemudian, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Syarif Thayeb, meresmikan penataran guru-guru SD melalui Siaran Radio Pendidikan (SRP) untuk 11 propinsi. Kegiatan penataran guru-guru SD ini lebih dikenal dengan Diklat SRP Guru SD. Dikemukakan bahwa tujuan dari penyelenggaraan Diklat SRP Guru SD adalah menunjang pelaksanaan pembangunan pendidikan, khususnya peningkatan mutu pendidikan dasar dengan mengintegrasikan penerapan media dan teknologi komunikasi secara terencana dan terarah sebagai suatu sub sistem dalam pendidikan dasar.
Pada awal peresmiannya, sasaran program Diklat SRP Guru SD adalah para guru dan calon guru SD yang berada di daerah-daerah yang terpencil dan sulit, khususnya Irian Jaya (sekarang Papua), Maluku, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat. Derah persemaian D. I. Yogyakarta dan Jawa Tengah terus dijadikan sebagai lokasi penyelenggaraan Diklat SRP Guru SD.
Dari dokumen yang ada dikemukakan bahwa penyelenggaraan Diklat SRP Guru SD adalah untuk menunjang kegiatan penataran guru-guru SD yang dilaksanakan secara tatap muka dan berjenjang. Penataran secara tatap muka dan berjenjang ini tidak dapat menjangkau para guru SD yang berada di daerah yang terpencil dan sulit. Untuk mengikuti Diklat SRP Guru SD ini, para guru dianjurkan untuk membentuk kelompok-kelompok belajar. Masing-masing kelompok belajar memilih Ketua, Sekretaris dan anggotanya. Setiap kelompok belajar diwajibkan memberikan laporan pelaksanaan pemanfaatannya kepada Satuan Tugas Pelaksana Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan Daerah (SPTD) dengan tembusan kepada Satuan Tugas Pelaksana Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan Nasional (SPTN).
Perkembangan lebih lanjut adalah pelembagaan, baik terhadap SPTN yang dilembagakan menjadi Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom) dan SPTD menjadi Sanggar. Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Sanggar Tekkom). Untuk membantu memudahkan para guru SD memanfaatkan program Diklat SRP Guru SD, maka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui Pustekkom membagikan pesawat radio yang dilengkapi dengan pemutar kaset audio kepada semua kelompok belajar Diklat SRP Guru SD yang tersebar di 11 propinsi.
Program Diklat SRP Guru SD disiarkan oleh 23 stasiun Radio Republik Indonesia (RRI), 17 Radio Pemerintah Daerah (RPD), dan 4 stasiun radio swasta niaga. Penyiaran program Diklat SRP Guru SD didasarkan atas perjanjian kerjasama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Departemen Penerangan. Untuk membantu para guru memanfaatkan program Diklat SRP Guru SD, maka Pustekkom mengembangkan bahan penyerta tercetak dan didistribusikan ke semua Kelompok Belajar.
Master program siaran dikembangkan oleh Pustekkom melalui Studio Audio Pendidikan yang ada di Jakarta, Balai Produksi Media Radio (BPMR) yang terdapat di Yogyakarta dan Semarang. Sedangkan penggandaannya diserahkan kepada PT Lokananta Solo (BUMN Departemen Penerangan). Program yangtelah digandakan didistribusikan Pustekkom ke semua stasiun radio yang berperanserta dalam menyiarkan program Diklat SRP Guru SD. Setiap tahunnya dikembangkan dan disiarkan sekitar 312 program.
Sebagai ilustrasi, berdasarkan dokumen yang diterbitkan Pustekkom, bahwa pada tahun 1978 terdapat 70.000 orang guru yang bergabung di dalam Kelompok Belajar Diklat SRP Guru SD. Jumlah peserta Diklat SRP Guru SD berkembang menjadi 90.000 guru SD pada tahun 1981. Pada tahun anggaran 1984/1985, program Diklat SRP Guru SD diperluas ke 3 propinsi lainnya sehingga keseluruhan jumlah propinsi yang berperanserta dalam penyelenggaraan Diklat SRP Guru SD adalah 14 propinsi. Dengan bertambahnya wilayah penyelenggaraan, maka jumlah guru SD yang berperanserta dalam Diklat SRP Guru SD juga meningkat yaitu menjadi 134.000 guru SD.
Sesuai dengan tuntutan perkembangan kebutuhan, maka dilakukan berbagai penyesuaian sehingga dikembangkanlah sebuah program baru yaitu program Penyetaraan Diploma II Siaran Pendidikan (atau lebih dikenal dengan nama D-II SP). Program D-II SP ini diselenggarakan melalui kerjasama dengan Universitas Terbuka (UT). Namun bagi para guru SD yang di daerahnya masih terus menyiarkan program Diklat SRP Guru SD, maka keberhasilan mereka mengikuti program Diklat SRP Guru SD diakui angka kreditnya untuk mengikuti program penyetaraan Diploma-II UT.
Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka penyelenggaraan Diklat SRP Guru SD sangat tergantung pada kebijakan masing-masing Dinas Pendidikan setempat. Sebagian besar propinsi yang semula berperanserta dalam penyelenggaraan Diklat SRP Guru SD telah mengambil keputusan untuk menghentikan kegiatan Diklat SRP Guru SD. Bagi propinsi yang mempunyai Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Tekkkom disarankan untuk mengkaji kembali kemungkinan pemanfaatan siaran radio untuk menunjang pembangunan pendidikan di wilayahnya.
0 komentar:
Posting Komentar